Sepenggal Cerita Tragis Berujung Syahid

Muhammad Roni Agung Siswanto, mahasiswa STAI Al-Utsmani Bondowoso Prodi Manajemen Pendidikan Islam semester V.

Bacadoloe.com - Hari sabtu, suasana di pagi hari begitu indah dan cerah, langit tampak biru di hiasi awan putih, matahari bersinar dengan cahayanya, burung-burung pun begitu bahagia di hari itu. Begitupun denganku, aku begitu bahagia di hari itu, membawa semangat yang menggebu-gebu, aku berangkat dengan menunggangi sepeda besiku, tak terlepas pula dengan membaca “bismillahirrohmanirrohim nawaitu ta’abbudan wa tabarrukan lillahi ta’ala” langsung aku tancap gass… Aku berangkat dari gubuk tempatku berteduh dari terik matahari dan derasnya hujan menuju tempat mencari ilmu (pesantren) tercinta.


Sesampainya di pesantren tempatku mencari ilmu, jam sudah menunjukkan pukul 8.10 aku sudah telat sepuluh menit, aku langsung bergegas untuk masuk kelas yang biasa aku tempati untuk menimba ilmu dan dari arah belakang ada seseorang memanggilku mungkin dia juga telat sama denganku. “Dra, kamu pulang?” tanyanya Akupun berbalik arah untuk memastikan siapa yang memanggilku dan ternyata dia AS temanku, dia juga sekelas denganku dan nama AS merupakan julukan yang biasa aku panggil padanya. “iya, pulang” jawabku ketus sambal terburu-buru melangkahkan kaki menuju ruang kelas. “kapan yang pulang?’ tanya AS menyamai langkahku. “dua hari yang lalu” jawabku simple, karena aku sudah sampai di depan kelas dan buru-buru masuk yang sudah nampak dimulainya pelajaran. Ia hanya menganggukkan kepala menjawabnya, ia juga terburu-buru hendak masuk kelas. Sesampainya di dalam kelas, aku langsung duduk di tempat dudukku dan mengikuti pelajaran dengan tertib seperti teman-teman santri yang lain, yang mengikuti berlangsungnya pelajaran.


Teng…teng…teng…

Suara bel besi tua yang di bunyikan oleh petugas bel, menandakan sudah saatnya istirahat, dan akhirnya…“wallahu a’lam” ustadz samsul mengakhiri pembacaan kitabnya, sekaligus berakhirnya jam pertama, Begitu pula para muallim dan para sahabat santri lainnya yang berhamburan keluar dari kelasnya masing-masing. Ya begitulah keadaan pondok pesantren terkesan sangat menarik untuk hidup di dalamnya, dengan kegiatan yang sangat begitu menyenangkan bila dijalani dengan senang hati. Contohnya seperti jam istirahat ini. Hampir semua santri berdempetan berebut keluar menuju asrama masing-masing untuk sekedar menaruh penat sebab bermakna tadi dan hal yang terpenting dari semua yaitu mengisi perut yang keroncongan. Karena setengah jam lagi petugas bel akan membunyikan besi tua itu Kembali yang artinya jam kedua akan segera dimulai. Setelah berhasil melewati para sahabat santri yang berdempetan, aku menuju asrama sahabatku yang tidak begitu jauh dari kelas, sesampainya disana aku masuk dan menaruh penat bersama Adam, AS, Karim, dan para sahabat santri lainnya. Dan di asrama itu kami bercerita banyak hal mulai dari pelajaran, kejadian di luar pesantren, dan masih banyak hal lain yang kami ceritakan bersama, suasana penuh canda dan tawa. Namun, seketika pintu terdorong. "tree ttt.........." Suasana menjadi sunyi, semua sorot mata tertuju pada seorang santri yang membuka pintu itu. “ada apa woi, kok rame-rame” dia melontarkan kata-kata di mulut pintu. “ini lagi cerita-cerita” jawab Adam. Lalu Adam mengajaknya duduk dengan isyarat tangannya. AS pun dengan senang hati melontarkan kata-kata padanya. “Kevin, bukannya kamu pulang? “iya, ini sebentar lagi aku mau pulang” jawabnya. Lalu si santri yang namanya Kevin itu duduk di sampingku. Namanya Kevin, semua santri sangat akrab dengannya termasuk aku karena akhlaknya yang baik. Bahkan para ustadz, guru, juga mengagumi akhlaknya. “oooh ya, Dra. Katanya kamu pulang?” Tanya Kevin padaku. “iya, Vin kapan-kapan main ke rumah dong, kita kan sama-sama pulang” kataku pada Kevin “kebetulan kalok gitu, nanti malam aku boleh menginap di rumahmu?” perkataan Kevin Kembali terlontarkan dan entah kenapa aku tidak enak hati ketika mendengar perkataan Kevin itu, entah ada apa gerangan hingga membuat lisanku enggan untuk menjawabnya, padahal jelas-jelas aku yang memintanya untuk sekedar bermain-main ke rumah namun entahlah mengapa. “iya, boleh lah” dengan perasaan tak enak aku menjawabnya.


Seiring dengan berjalannya waktu siang pun berganti malam, malam dengan bintang-bintang dan rembulan. Aku pulang dari pesantren, namun malam itu Nampak berbeda dengan malam-malam sebelumnya, malam gelap diselimuti awan putih menutupi bintang dan rembulan, angin dingin begitu kencang menghantam pepohonan hingga terombang-ambing seakan ingin melunturkan niatku untuk menemui temanku di alun-alun kota. Tapi, apalah daya tekat dan niatku terlalu kuat hingga mengalahkan pikiranku malam itu. Setibanya di rumah tubuhku terasa penat ingin rasanya untuk cepat berbaring untuk sekedar melepas penat yang aku rasakan Namun, ketika aku lihat handphoneku, aku mendapati pesan dari kawanku di whatsapp. “Dra, katanya mau ke alun-alun kota. Ini, aku sudah ada di alun-alun kota ayo cepat kesini” WA dari Imam terlempar ke handphoneku. Tak sempat aku menanggapinya dia terlebih dulu offline. Dan terpaksa aku melangkah menuju kuda besi yang ada di depan rumah yang tak sempat aku masukkan ke dalam rumah dan menungganginya. Di jalan pikiranku kacau entah kemana, melayang ke ruang hampa ingatanku hingga tak terasa aku sudah ada di perempatan jalan yang orang-orang menyebutnya “prapatan” menurutku aneh tapi nyata. Setelah sadar dari lamunanku aku pun menarik gass, mempercepat laju kuda besiku karena malam semakin larut, dan sempat terdengar suara seseorang memanggilku ketika aku mempercepat laju kuda besiku. “Hendra” terdengar tidak jelas di telingaku, aku pun tak menghiraukan suara itu dan tetap fokus pada jalan. Tetapi perasaanku tidak bisa dibohongi bahwa ada seseorang yang mengikutiku, lantas aku Tarik gass mempercepat laju kuda besiku, lebih cepat dari yang lain, hingga mendahului tiga motor sekaligus. Tapi, apalah daya, ketakutanku muncul, tubuhku gemetar, perasaanku gelisah, entah apa yang akan terjadi malam ini, tiada yang tahu, ku pegang erat gass serta mempersiapkan rem. Mataku fokus ke depan menatap jalanan dan nampak di depanku dua mobil berwarna silver dan biru sedang berlawanan arah, serentak aku turunkan gass, kopling dan tak lupa dengan menginjak rem, namun tiba-tiba…“bruak… tiarr” Bukan suara petir yang menyambar, bukan pula palu yang menghantam suatu benda, namun suara timbul dari motor dan pengendara yang menghantamku dari belakang. “ahh…sakit” suaraku kesakitan, kakiku terkena ban motor depan motor itu. Motor itu pun terlempar ke sebelah kananku, aku lihat seorang pengendaranya sudah tak sadarkan diri dengan tubuh berada di atas motor sambal memeluk motor itu, tubuhnya tergapar melemas, tak cukup sampai di situ, ketika aku lihat ia tak sadarkan diri, sebuah mobil berwarna biru tadi yang sedang berlawanan arah menghantamnya. “cendorrr” suara itu pun Kembali terdengar. Bukan pula palu yang menghantam, bukan pula motor tadi yang menghantam kuda besiku, melainkan sebuah mobil yang menghantam pengendara itu. Aku tidak bisa apa-apa hanya terpaku melihat pengendara yang memakai jaket merah dan sarung sebagai bawahannya, darah mengalir dari kepalanya seperti air sungai yang tak terbendung, air mata yang mengalir membasahi pipi. Orang-orang pun berdatangan melihatnya dan dari arah belakang seorang pria yang sudah pasutri meminta orang-orang untuk mengangkat pengendara it uke depan sebuah toko. Aku yang terpaku merasa kasihan melihat pengendara itu, aku melihat handphone pengendara itu terjatuh dengan segera aku mengambilnya. Namun seorang pria yang mengemudikan mobil silver tadi memintaku untuk melihat keadaan pengendara itu dan meminta handphone yang ku pegang. “kamu lihat aja orangnya sana, biar saya yang membereskan handphone miliknya itu” ucap pengendara mobil silver itu. Pikiranku kacau, tak berfikir Panjang aku berikan handphone milik pengendara itu pada pengemudi mobil silver tadi.


Malam semakin larut dengan sendirinya, langit gelap gulita tanpa bintang-bintang dan rembulan, angin tak terasa dingin, suasana panas, orang-orang berkerumunan berdesak-desakan melihatnya, aku berjalan pincang menghampiri kerumunan itu ikut berdesak-desakan melihat pengendara itu dari sela-sela orang yang berkerumunan Nampak jelas darah yang bercucuran di kepalanya, pelipis nya, serta kaki yang terkelupas kulitnya Nampak jelas tulang yang berwarna putih bercampur darah. Ada yang mengejutkan dari semua itu, aku terkejut saat ku pandangi lekat-lekat wajahnya yang penuh darah itu. “Kevin” kataku terkejut. Wajahnya kini sudah berlumuran darah, nafasnya tertatih-tatih seperti sedang diTarik ulur oleh malaikat pencabut nyawa, pikiranku semakin panik, kacau pandangan mata hanya bisa memandangi dengan penuh ketakutan. “teman kamu itu, nak?” tanya seorang ibu-ibu yang mendengar aku memanggil nama kevin, semua sorot mata berbalik arah memandangiku. “iya, bu dia teman saya” jawabku gemetar. “kalau begitu, cepat bawa ke rumah sakit, nak” ucap ibu-ibu itu. “iya, bu iya” dengan cepat aku dan orang-orang membawa kevin ke rumah sakit terdekat kala itu, dengan meminta bantuan sebuah Pick Up yang melintas dan hampir saja aku ikut di mobil itu, namun aku teringat bahwa aku membawa kuda besiku, akhirnya aku tidak jadi ikut mobil Pick Up itu. Aku pun mengurungkan niatku, tiba-tiba di pertengahan jalan menuju rumah sakit terbesit dalam pikiranku pada paman Edo yang rumahnya dekat dengan rumah kevin. Terburu-buru aku ke rumah paman Edo untuk memberitahukan tentang musibah yang menimpa aku dan kevin, sesampainya di rumah paman Edo, aku langsung menceritakan semua kejadian itu, lalu tanpa berfikir panjang, paman Edo langsung bergegas ke rumah kevin untuk memberitahukan kejadian itu pada keluarganya dan paman Edo menyuruhku pulang. Karena paman Edo kasian padaku melihat aku yang kebingungan dan melihat kakiku yang bengkak yang membuat jalanku pincang. Akupun pulang dan sesampainya dirumah, aku menceritakan semua kejadian itu pada keluargaku. Semua keluargaku panik dan gelisah.


Hari demi hari ku lewati dengan berbaring di tempat tidur, dengan keadaan kaki yang sakit yang bengkak dan tidak bisa di gerakkan, ingin sekali aku tahu keadaan kevin namun tak ada daya dan upaya yang melebihi kelemahanku saat itu. Beberapa hari dari kejadian itu berita yang menimpa aku dan kevin itupun tersebar hingga ke jagat pondok pesantrenku, hingga menjadi perbincangan hangat para santri. Tiga hari dari kejadian itu kini kabar baru sampai padaku bahwa kevin dipindahkan dari rumah sakit sebelumnya ke rumah sakit yang lebih lengkap penanganannya. Karena, rumah sakit yang sebelumnya kala itu tidak bisa menangani kevin. Karena ada benturan keras di kepalanya hingga dia mengalami gagar otak dan harus segera di operasi.


HARI KAMIS 

Semua keluarga kevin ada disana menemani di sampingnya bahkan beberapa dewan guru dari pesantrenku ikut serta menemani. Tangisan ibu kevin pecah tak terbendung lagi, butiran-butiran air matanya jatuh membasahi pipinya dan berakhir I bibirnya. Suara tangisan ibu yang sangat menyayangi anaknya dan memeluknya sesekali, seakan tidak rela jika ditinggalkan oleh anak yang sangat dia cintai. Kevin yang kini sedang koma yang tak sadarkan diri semenjak kejadian itu, dan alangkah agungnya Allah, alangkah mulianya Dzat yang menciptakan langit dan bumi dan alangkah belas kasihnya Allah pada makhluknya, hingga mengizinkan kevin untuk tersadar dari komanya, ketika mendengar suara ibunya yang memintanya untuk bangun. “Nak, bangun nak, ibu disini di samping kevin” lirik ibu kevin yang tak kuasa menahan isak tangis. Kevin pun terbangun dengan sekali ucapan yang terlontarkan dari lisan ibunya. “ibu…” terdengar suara kevin memanggil Namanya. Ibu kevin pun serentak bangun dari pelukannya pada kevin, ada kebahagiaan di bibir ibu kevin yang tersenyum. “iya, nak ini ibu, ibu ada di samping kamu, cepat sembuh ya, nak. Ibu rindu sama kamu saat sehat” ucap ibu kevin saat itu dengan perasaan sangat bahagia melihat anaknya sudah siuman dari komanya. semua orang yang ada di sana terharu melihat kejadian itu, terharu dan bahagia yang bercampur aduk, melihat kevin yang sudah sadarkan diri dan senyumnya ketika melihat ibunya dan orang-orang yang ada di sekitarnya. Namun, kebahagiaan itu tak berlangsung lama, kebahagiaan dari seorang ibu dan orang-orang yang ada di dekat kevin sekejap menjadi binasa, kevin yang sadarkan diri kini kembali menutup mata, Kembali koma dan hanya meninggalkan senyuman. Isak tangis dari seorang ibu yang sangat merindukan anaknya kini Kembali tak terbendung lagi, begitupun dengan orang-orang yang ada di samping kevin, merekapun tak kuasa menahan air mata, butiran-butiran air mata semakin banyak menetes dari pelupuk mata, sungguh tidak terduga ternyata itu menjadi terakhir kali kevin melihat dunia dan semua kejadian sebelumnya merupakan isyarat salam perpisahan pada ibunya dan orang-orang yang mengenal Kevin.


“yaasin wal quranil hakim” Riuh-riuh bacaan yasin di salah satu ruangan rumah sakit pada malam jum’at itu terdengar dan tangis orang-orang yang mengiringi bacaan surat itu, ibu kevin pun tak terlepas memeluk kevin, tetesan demi tetesan yang keluar dari pelupuk mata terus mengalir membasahi pipinya. Semua orang yang membaca surah yasin seketika terhenti melihat kevin yang nafasnya sudah terengah-engah. Nampaknya malaikat pencabut nyawa sudah datang menjemput kevin, semua orang yang ada di sana berkumpul mengelilingi kevin dan membacakan syahadat di telinga kevin termasuk ibunya dengan deraian air mata membacakan kalimat” asyhadu alla ilaha illallah wa asyhadu anna muhammadar rasulullah”. Tangisan dari semua orang pun semakin menjadi-jadi, berderai air mata mereka saat syahadat pertama terlontarkan dari seorang ibu yang sangat mencintai anaknya. Dan kembali terlontarkan kalimat “asyhadu alla ilaha illallah wa asyhadu anna muhammadar -rosulullah” dan kevin pun tidak mengikuti lagi kalimat itu, setelah kalimat ketiga dilontarkan oleh ibunya, nafasnya terhenti, detak jantungnya tidak berdenyut lagi “ inna lillahi wa innaa ilayhi raji’un”.


Penulis: Muhammad Roni Agung Siswanto

Editor: Nys

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama